Senin, 28 Juni 2010

Minat Membaca dan menulis

Minat membaca dan menulis yang tinggi sangat terasa di negara-negara barat, termasuk di Selandia Baru. Dimana-mana, baik di tempat umum seperti di taman, di tempat wisata maupun di perpustakaan dan di sekolah-sekolah termasuk universitas, sangat lazim kita melihat orang asyik membaca baik buku-buku fiksi maupun ilmiah. Perpustakaan ada di setiap wilayah tempat tinggal dan ramai dikunjungi orang baik anak-anak, orang dewasa maupun kaum manula (lanjut-usia). Banyak tulisan yang ditulis oleh pengarang dan penulis barat kita baca di berbagai media cetak termasuk jurnal-jurnal ilmiah yang jumlahnya hampir tak terhitung. Mengapa membaca dan menulis bagi mereka merupakan suatu aktivitas yang dibutuhkan untuk mengekspresikan diri, meluangkan waktu luang dan menyalurkan aspirasi dan ide? Mungkin budaya ini bisa kita tilik dari bagaimana mereka belajar membaca dan menulis sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar. Tulisan ini dibagi menjadi dua bagian dimana bagian pertama akan lebih difokuskan pada kegiatan belajar membaca dan di bagian kedua lebih pada kegiatan belajar menulis.

Pemerintah Selandia Baru sangat menitik beratkan kegiatan ajar mengajar di sekolah dasar pada pengembangan kemampuan literacy, yaitu kemampuan untuk membaca dan menulis dan menggunakan bahasa dengan lancar. Selama enam tahun pertama pendidikan, dari kelas satu yang ditujukan untuk anak-anak usia 5 tahun sampai kelas enam, untuk anak-anak berusia sekitar 10-11 tahun, anak-anak belajar membaca sambil mempelajari ilmu pengetahuan alam, pengetahuan sosial, matematika, seni, kesehatan dan teknologi. Sambil mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan misalnya, anak kelas dua belajar membaca kata-kata baru dalam konteks bacaan dan menggunakan gambar dan diagram untuk memahami isi bacaan yang disajikan guru. Hal ini dimungkinkan karena hampir semua murid sekolah dasar mempunyai guru yang sama untuk semua mata ajaran. Sampai sekitar kelas empat mata ajaran yang diajarkan "hanya" membaca, menulis, matematika dan seni. Sedangkan di kelas lima dan enam sudah ada pembagian yang lebih jelas, seperti ilmu pengetahuan alam, sosial, kesehatan dan teknologi selain keempat pelajaran yang juga diajar di kelas sebelumnya.

Tahapan dan metode belajar membaca

Secara umum kegiatan membaca di sekolah dasar di Selandia Baru dibagi menjadi dua tahapan. Pertama, belajar membaca (learning to read) yang diberikan pada tahun-tahun pertama sekolah dasar dan tahapan berikutnya adalah membaca untuk belajar (read to learn) yang perlu dikuasai oleh anak-anak di kelas enam. Pada tahapan pertama anak belajar proses membaca, seperti:
• posisi buku yang tepat dan tidak terbalik
• membaca tulisan dari kiri ke kanan
• bagaimana membedakan huruf-huruf dari kata-kata
• bagaimana kombinasi berbagai huruf menciptakan bunyi yang berbeda-beda
• bagaimana memahami isi bacaan.
Setelah kemampuan ini dikuasai dengan baik anak diajak untuk mempelajari ketrampilan membaca, seperti:
• bagaimana menangani bacaan yang panjang yang tingkatannya lebih sulit
• bagaimana mencari tahu arti dari kata-kata yang sulit
• bagaimana membedakan antara informasi yang berguna dan tidak berguna dalam suatu bacaan.
Sedangkan pada tahapan kedua anak harus belajar ketrampilan membaca untuk mengetahui apa yang mereka harus ketahui. Bukan lagi belajar membaca melainkan membaca untuk mempelajari pengetahuan yang perlu dipahami.

Kebanyakan guru, terutama di kelas-kelas awal, menggunakan proses grapho phonic untuk memperkenalkan huruf-huruf dan pola-pola huruf baik yang disajikan secara terpisah maupun secara berkelompok agar anak mampu mengenal bunyi-bunyi huruf, misalnya dengan:
• membuat tabel kata-kata yang bunyinya serupa, seperti malam dan masam
• mengajarkan nama dan bunyi abjad secara bersamaan, seperti "bé"(nama) dan "be"(bunyi) untuk huruf B
• memperlihatkan gambar-gambar benda yang memiliki bunyi awal kata yang sama dengan kata yang sedang dipelajari, seperti memperlihatkan gambar "roda" sambil mempelajari kata-kata baru seperti "roti", "rasa", "rumah".

Guru juga mendorong anak untuk memakai tanda-tanda semantic dan syntactic untuk menemukan arti dari kata dengan memahami konteks bacaan dan dengan melihat penempatan dan bentuk kata dalam kalimat. Selain itu gambar-gambar dan tanda baca yang ada dalam bacaan dipakai untuk membantu memahami arti kata yang sulit.

Bila anak menemukan kesulitan ketika membaca suatu kata, guru tak segan-segan bertanya pada anak mengapa anak membaca kata seperti itu dan apa yang membuat mereka berpikir mereka benar. Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu anak untuk mengatasi kesulitan membaca kata bila orang dewasa tidak dapat membantunya, karena anak akan selalu berusaha memilah-milah huruf dalam kata berdasarkan bunyinya.

Bahan yang digunakan dan kegiatan yang dilakukan

Kegiatan membaca dilakukan dalam situasi yang menyenangkan di kelas, baik dalam kelompok besar (satu kelas yang biasanya terdiri dari sekitar 25 sampai 30 murid) maupun dalam kelompok-kelompok kecil yang diatur menurut kemampuan membaca anak. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
• membaca bersama-sama satu kelas menggunakan buku besar dengan gambar dan huruf yang besar. Ukuran bukunya hampir sebesar surat kabar.
• membaca puisi yang memiliki bunyi kata (rhyme) yang diulang-ulang
• membaca bersama anak yang lebih tinggi kelasnya secara berpasangan dan bergantian
• membaca sendiri dalam hati dalam kelompok-kelompok kecil dengan memakai buku yang sama judulnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai bacaan yang baru dibaca
• membaca buku cerita di rumah sesuai anjuran guru, yang tingkat kesulitannya disesuaikan dengan kemampuan anak.
Lingkungan belajar anak di kelas sangat kaya dengan bahan-bahan yang dapat mendorong minat anak membaca. Setiap kelas, dari kelas satu sampai kelas enam, penuh dengan buku-buku dan bahan-bahan cetakan dalam berbagai macam bentuk dan warna. Bahan-bahan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam, sosial dan kesehatan tersedia untuk dibaca anak di kelas. Anak juga dapat membaca bacaan yang sifatnya interaktif yang tersaji di layar komputer di kelas. Guru mendorong anak untuk membaca puisi, cerita, poster, daftar dan bagan yang ditaruh di dinding kelas.

Guru yang secara aktif membaca bersama anak dan kepada anak, anak berada di kelas yang penuh dengan bahan-bahan bacaan dan adanya fasilitas membaca yang memadai merupakan kunci keberhasilan membaca di sekolah dasar yang bisa jadi merupakan salah satu faktor penting terciptanya budaya senang membaca di kalangan masyarakat Selandia Baru. Tak kalah pentingnya anak perlu melihat orang-orang dewasa di sekitarnya, termasuk guru dan orangtua, membaca dan anak tahu mengapa mereka perlu membaca. Anak perlu menyadari bahwa orang dewasa perlu membaca untuk mengetahui lebih dalam tentang suatu hal dan mereka senang dengan kegiatan membaca. Adanya contoh nyata di sekitar anak akan menciptakan anak yang gemar membaca dan menjadikan kegiatan membaca sebagai salah satu kegiatan yang dibutuhkannya sepanjang hidupnya. (Diterbitkan di media cetak Suara Pembaruan Minggu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar